Mengenal Dial-Up, Teknologi Internet Era 90-an yang Legendaris

exploringdatascience.com – Di era sekarang yang serba cepat dengan Wi-Fi 6, fiber optik, dan 5G, sulit membayangkan bahwa dulu untuk terhubung ke internet kita harus mendengarkan suara “derit-derit” khas modem yang sedang “berjabat tangan” dengan server. Itulah Dial-Up, teknologi akses internet pertama yang benar-benar masuk ke rumah-rumah biasa pada tahun 1990-an hingga awal 2000-an.

Apa Itu Dial-Up?

Dial-Up adalah metode koneksi internet yang menggunakan saluran telepon rumah (POTS – Plain Old Telephone Service) untuk menghubungkan komputer ke penyedia layanan internet (ISP). Komputer terhubung ke modem eksternal atau internal, kemudian modem tersebut “menelpon” nomor telepon khusus milik ISP. Setelah koneksi tersambung, data ditransfer dalam bentuk sinyal audio melalui kabel telepon.

Kecepatan maksimum teoritis dial-up (standar V.92) adalah 56 kbps (kilobit per detik), tapi di dunia nyata biasanya hanya sekitar 30-50 kbps karena kualitas saluran telepon dan gangguan.

Ciri Khas Dial-Up yang Tak Terlupakan

  1. Suara koneksi yang ikonik Siapa yang tidak ingat suara: beep – screech – shhhhhh – ping-ping-ping – krrrrrr Itu adalah proses handshake antara modem kita dengan modem di pihak ISP.
  2. Telepon mati saat online Karena memakai saluran telepon yang sama, saat sedang internetan, nomor telepon rumah menjadi sibuk. Kalau ada yang nelpon, hanya terdengar nada sibuk atau bahkan terputus.
  3. Loading yang sangat lambat
    • Membuka halaman web sederhana bisa 10-30 detik
    • Download lagu MP3 3-4 MB bisa berjam-jam
    • Streaming video? Hampir mustahil (YouTube baru muncul tahun 2005 dan butuh broadband)
  4. Biaya pulsa telepon Di Indonesia, kebanyakan orang menggunakan layanan 0809 (TelkomNet Instant) atau 0807 (Speedy Online dulu). Biaya per menit atau per jam cukup mahal bagi kantong pelajar/remaja waktu itu.

Sejarah Singkat Dial-Up di Indonesia

  • Awal 1990-an: Internet hanya ada di kampus-kampus besar (UI, ITB, UGM) lewat jaringan akademik.
  • 1995-1996: Mulai ada ISP komersial seperti IndoInternet, Radnet, dan TelkomNet.
  • 1998-2002: Masa kejayaan dial-up. Warnet-warnet bermunculan di mana-mana dengan tagline “Internet 24 Jam”.
  • 2004-2008: Mulai digantikan oleh Speedy (ADSL) dan kabel. Dial-up perlahan ditinggalkan.

Kelebihan Dial-Up (Waktu Itu)

  • Hampir semua rumah sudah punya telepon tetap → mudah diadopsi
  • Tidak perlu infrastruktur baru
  • Biaya awal murah (hanya beli modem 33.6 atau 56k seharga ratusan ribu rupiah)

Kekurangan (yang Membuat Kita Bersyukur Sekarang)

  • Lambat sekali
  • Telepon jadi tidak bisa dipakai
  • Sering putus sendiri (disconnect)
  • Biaya pulsa telepon lokal bisa membengkak
  • Rawan gangguan cuaca (hujan petir sering bikin koneksi putus)

Dial-Up di Tahun 2025?

Meski sudah nyaris punah di kota-kota besar, dial-up masih digunakan di beberapa daerah terpencil di dunia (termasuk beberapa desa di Indonesia) karena infrastruktur broadband belum sampai. Bahkan di tahun 2023, AOL (penyedia dial-up legendaris di Amerika) masih memiliki sekitar 1,5 juta pelanggan yang setia!

Dial-Up adalah “gerbang” pertama jutaan orang Indonesia (dan dunia) mengenal internet. Meskipun lambat dan penuh drama, ia membuka dunia baru: mIRC, ICQ, Friendster, blog Geocities, download lagu .mp3 lewat Napster atau Kazaa, dan forum-forum Kaskus yang masih pakai dial-up.

Suara modem 56k itu adalah soundtrack masa kecil dan remaja generasi 90-an hingga awal 2000-an. Sekarang, tiap kali kita mendengar suara itu lagi (misalnya di video nostalgia YouTube), kita langsung tersenyum — dan bersyukur sekali karena sekarang ada fiber optik 1 Gbps.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *